“KORUPSI MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA”
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................
i
DAFTAR
ISI...........................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar
Belakang............................................................................
1
B Permasalahan
.............................................................................
1
BAB
II PEMBAHASAN
- Makna Tindak Pidana Korupsi................................................... 2
- Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi........................................ 3
- Korupsi dan Desentralisasi......................................................... 5
- Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi............... 7
BAB III
KESIMPULAN..........................................................................
9
DAFTAR
PUSTAKA..............................................................................
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peraturan Perundang – Undangan merupakan wujud dari politik hukum
institusi Negara dirancang dan disahkan senabagai Undang-Undang
pemberantasan tindak pidana korupsi. Tebah pilih. Begitu kira-kira
pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terdapat gerak
pemerintah dalam menangani kasus korupsi Akhir-akhir ini.
Para pejabat Negara menjadikan kasus korupsi dijadikan senjata ampuh
dalam pidatonya, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat
melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari
kampanye anti korupsi di Indonesia.
Lemahnya hukum di Indonesia dijadikan senjata ampuh para koruptor
untuk menghindar dari tuntutan. Kasus korupsi mantan Presiden
Suharto, contoh kasus korupsi yang yang tak kunjung memperoleh titik
penyelesaian. Padahal penyelesaian kasus-kasus korupsi Soeharto dan
kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya akan mampu
mentimulus program pembangunan ekonomi di Indonesia.
B. Permasalahan
1. Bagaimana
korupsi mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia?
2. Strategi
apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir praktek korupsi
tersebut?
3. Bagaimana
Mutiplier effec bagu efesiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di
Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Makna Tindak Pidana Korupsi
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting: The Elemen of National
Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan
global yang harus menjadi keprihatianan semua orang. Praktik
korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter,
dictator yang meletakakan kekuasaan di tangan segelintir orang.
Namun, tidak berarti dalam system social politik yang demokratis
tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah berarti dalam system social
politiknya teleransi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi
tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggran hak asasi manusia,
lanjut Pope.
Menurut Dleter Frish, mantan Direktur Jendral Pembangunan Eropa.
Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa,
memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu
barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alas an
keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan public,
korupsi selalu menyebabkan situasi social ekonomi tak pasti
(uncertenly). Ketidakpastian ini tidak asimetris informasi dalam
kegiatan ekonomi dan bisnis. Sector swasta sering melihat ini sebagai
resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit
diprediksi berapa Return of investment (ROI) yang dapat diperoleh
karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit
diprediksi, Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi
merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok dan sebagainya.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari korupsi, Kolusi dan
Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tidak pidana korupsi sebagaimana
Maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana.
Mubaryanto, Penggiat Ekonomi Pancasila, dalamdalam artikelnya
menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan
dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakan menjadi “KKN”.
Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barang kali beralasan
karena praktek korusi korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme.
Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak
baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih
mudah diteleransi dibandingakan dengan penggunaan kata korupsi secara
gambling dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.
B. Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi
Korupsi merupakan permasalan mendesak yang harus diatasi, agar
tercapai pertumbuhan dengan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai
catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media masa
baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan
pengembangan model-model korupsi.
Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan”
atau “anactment policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat
dominant di Negara berkembang, pengusaha tepatnya, untuk hal yang
bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan
dimensi seperti ini dominant terjadi di Indonesia, yang justru
membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan
perundang-undangan.
Fakta yang terjadi menunjukan bahwa Negara-negara industri tidak
dapat lagi menggulur Negara-negara berkembang soal praktik korupsi,
karena melalui korusilah system ekonomi social rusak, baik Negara
maju dan berkembang. Bahkan dalam buku “The Confession of Economic
Hit Man” John Pakin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti
Amerika serikat melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan
perusahaan Multinasional terperangkap dalam hutang luar Negeri yang
luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh pengusaha Indonesia saat
ini. Demokrasi dan metamorfosis Korupsi pergeseran sistem, melalui
tumbangnya kekuasaan Icon orde baru, Soeharto, membawa berkah bagi
tumbuhnya kehidupan demokrasi di Indonesia. Reformasi, begitu banyak
orang menyebutperubahan tersebut. Namun sayangnya reformasi harus
dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang
memang “Budle gum” yang setiap saat siap meledak itu. Kemunafikan
(Hipocrassy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat. Namun, apa
mau ditanya rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lembut lagu dan
kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulu para pelanjut
cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi tertralisasi di pusat
kekuasaan, seiring otonomi dan desentralisasi daerah yang diikuti
oleh desentralisasi pengelolaan kekuangan daerah, korupsi mengalami
pemerataan dan pertumbuhan yang signefikan. Disharmonisasi politik
ekonomi social, grafik pertumbuhan jumlah rakyat terus naik karena
korupsi.
Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia praktek korupsi makin mudah
ditemukan diberbagai bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya
nilai-nilai sosial., kepentingan pribadi menjadi pilihan utama
dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara
individual menjadi etika pribadi yang melandasi prilaku sosial
sebagaian besar orang. Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung
gugat sistem integritas public. Biro prlayanan public justru
digunakan oleh pejabat public untuk mengejar ambisi politik pribadi,
semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara
kualitas dan kuantitas pelayanan public, bukan prioritas dan
orientasi yang utama. Dan kedua alasan ini menyeruak di Indonesia,
justru memfasilitasi korupsi. Mubaryanto menjelaskan, kunci dari
pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada
keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan
sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang
korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislative di pusat dan
di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka
(anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah
“berjamaah” dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak
mewakili aspirasi rakyat, jika sejak krisis multidimensi yang berasal
dari krimon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak
pada ekonomi rakyat (dan tidak pada konglomerat), dalam bentuk
program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus
ada keadilan politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan social sejauh ini tidak terwujud di
Indonesia karena tidak kembangkannya keadilan politik. Keadilan
politik adalah aturan main berpolitik yang adil, atau menghasilkan
keadilan bagi seluruh warga Negara. Kita menghimbau para filosof dan
ilmuan-ilmuan social, untuk bekerja keras dan berpikir secara empiric
indktif yaitu selalu menggunakan data-data empiric dalam
berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saj, lebih-lebih
dengan selalu mengacu pada teori-teori berat. Dengan berpikir empiric
kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung
bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan masa
sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika
pada saat yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus
mengemis sekedar untuk makan. Negara kaya atau miskin sama saja,
apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka
akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun
panjang. Banyak bukti yang menunjukan bahwa skandal ekonomi dan
korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga
terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin
dan berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering
dijadikan asalan untuk mengendalikan sumber dya alam kepada
perusahaan multinasional dan negar adi daya yang Didalamnya telah
terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundik-pundi harta bagi
kepentingan politik dan pribadi maupun Kelompoknya.
C. Korupsi dan Desentralisasi
Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling
mencolok Setelah reformasi digulirkan. Desentralisasi di Indonesia
banyak pengamat ekonomi merupakan kasus Pelaksanaan desentralisasi
terbesar di dunia, sehingga Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia
menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonomi dan pengamat politik
dunia. Kompleksitas permasalahan muncul kepermukaan, yang paling
mencolok adalah terkuangnya sebagian kasus-kasus korupsi para
birokrat daerah dan anggota legislative daerah. Hal ini merupakan
fakta bahwa praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan social
politik ekonomi di Indonesia. Pemerintah daerah menjadi salah satu
motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun juga sering membuat makin
parahnya high cost economy di Indonesia, karena munculnya
penguatan-penguatan yang lahir melalui Perda (pendapan daerah) yang
dibuat dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang membuka
ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar, karena
praktek itulah, inpestor menahan diri untuk masuk daerahnya dan
memilih daerah yang memiliki potensi biaya rendah dengan akibat itu
semua kemiskinan meningkat karena Lapangan pekerjaan menyempip dan
pembangunan ekonomi pembangunan di daerah terhambat boro-boro memacu
PAD. Terdapat bobot yang menentukan daya saing infestasi daerah.
Pertama, factor kelembagaan. Kedua, factor inpraskruktur, ketiga,
fakor social politik. Keempat, factor ekonomi daerah. Kelima, factor
ketenaga kerjaan hasil penelitian komite pemantauan Pelaksanaan
otonomi daerah (KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan
dalam hal ini pemerintah daerah sebagai factor penghamabat terbesar
bagi inpestasi hal ini berarti birokrasi menjadi penghambat utama
bagi infestasi yang menyebabkan munculnya Haighcost economy yang
beratri praktek korupsi yang melalui pungutan-pungutan liar yang
berarati liar dan dana pelican marah pada awal Pelaksanaan
desentralisasi atau otonomi daerah terserbut. Dan jelas ini emnhambat
tumbuhnya kesempatan Kerja dan pengurangan kemiskinan di daerah
karena korupsi di birokrasi daerah. Namun, pada tahun 2005 faktor
penghambat utama tersebut berubah. Kondisi social politik dominant
menjadi hambatan bagi tumbuhnya di daerah.
Pada 2005 banyak daerah banyak melalukan pemilihan Kepala daerah
(Pilkada secara langsung yang menyebabkan instabilitasi politik di
daerah yang membuat enggan para inspector untuk menanam modalnya di
daerah. Dalam situasi politik ini, inspector local memilih modalnya
kepada ekspestasi politik dengan membantu pendanaan kampanye
calon-calon Kepala daerah tertentu dengan harapan akan memperoleh
kemenagan dan memperoleh proyek pembangunan di daerah sebagai
imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan menstimulus pembangunan
ekonomi. Justru hanya akan meperbesar pengeluaran pemerintah
(Goverenment expenditure) karena para inspector hanya mengerjakan
prokyek-proyek pemerintah tanpa menciptakan aut put baru di luar
pengeluaran pemerintah (biaya aparatur Negara) bahkan akan berdampak
pada inspestasi pengeluaran pemerintah karena untuk meningkatkan
PAD-nya mau-tidak mau pemerintah harus mengenjot pemdapatan dari
pajak dan retrevusi melalui berbagai Perda (peraturan daerah) yang
menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik tolak pemerintah daerah
untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi yang menjadi
penyebab munculnya haigh cost economy yang melahirkan ekonomi
tersebut akan di dukung oleh birokrasi yang njelimet.
Seharusnya titik tolak daerah adalah pembangunan ekonomi daerah
dengan menarik infestasi daerah yang sebesar-besarnya dengan
merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur serta jangka Waktu
pengurusan Dokumen usaha serta membersihkan birokrasi dari prektek
korupsi. Peneingkatan PAD (pendapatan asli daerah), pengurangan
jumlah pengurangan jumlah penganguran dan kemiskinan pasti mengikuti.
D. Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi
Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghamabt
pengembangan system pemerintahan demokratis. Korusi Memupuk tradisi
perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau Kelompok, yang
mengesampingkan kepentingan public. Dengan begitu korupsi menutup
rapat-rapat kesempatan rakyat lemah menikmati pembangunan ekonomi dan
kualitas hidup yang lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam
melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan
standar tata pemerintahan melalui konstruksi integritas nasional.
Tata pemerintahan modern mengedepankan system tanggung gugat dalam
tatanan seperti ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas
undang-undang, yang juga harus mendukung terciptanya tata pemerintah
dan masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikian pula dengan
pengadilan. Pengadilan merupakan bagian dari tata pemerintahan,
yudikatip tidak lagi menjadi hamba penguasa. Namun memiliki ruang
kebebasan menegakan kedaulkatan hukum dan peraturan dengan Demikian
akan terbentuk lingkaran perbaikan yang memungkin seluruh pihak untuk
melalukan pengawasan, dan pihak lain diawasi. Namun, konsep ini
sangat mudah dituliskan atau dikatakan dari pada dilaksanakan.
Setidaknya dibutuhkan waktui yang cukup lama untuk membangun
pilar-pilar. Bangunan integritas nasional yang melakukan tugas-tugas
yang efektif dan berhasil menjadikan tindakan korupsi sebagai prilaku
beresiko yang sangat tinggi dengan hati yang sedikit.
Kedua, hal yang paling sulit dan punda mental dari semua perlawanan
terhadap korupsi adalah bagaimana membangun kemauan politik
(political will). Kemauan politik yang dimaksud bukan sekedar kemauan
para politis dan orang-orang yang berkecimbung dalam ranah politik.
Namun, ada yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan
politik yang termanisfestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung
oleh kecerdasan sasial masyarakat sipil atau warga Negara dari
berbagai elemen atau sastra social. Sehingga jabatan politik tidak
lagi digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai
tanggung jawabuntuk mengelola dan bertanggung jawab untuk merumuskan
gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.
Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, para politis dan pejabat
Negara tergantung dengan suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan
social politik dari masyarakat sipil-lah yang memaksa para politisi
dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi.
Masyarakat sipil yang cerdas secara social politik akan memilih
pimpinan (politis) dan pejabat Negara yang memiliki integritas diri
yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang kebijakan kearah
pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil yang
cerdas secara social politik pula pilar-pilar peradilan dan media
massa dapat di awasi sehingga membentuk integritas nasional yang
alergi korupsi. Ketika kontrusi integritas Nasional berdiri kokoh
dengan payung kecerdasar social politik masyarakat sipil, maka
pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan efektif. Masyarakat sipil
akan mendorong pemerintah untuk menciptakan ruang pembangunan ekonomi
yang potensial.
BAB III
KESIMPULAN
Merangfkai
kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksankan rangkaian kata
dalam bentuk gerakan terkadang sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan
keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang
menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi dan paripurna
di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama wabah yang tidak pernah
tepat Sasaran ibarat “yang sakit Kepala, kok yang di obati tangan”.
Pemberantasan korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan
retorika ampuh menarik simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan
masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan politik
mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia. Tidak
mudah memang.
DAFTAR
PUSTAKA
Harian Kompas, 13 Juni 2006,
Gramedia Hikmahanto Juwana, Paper 2006,
“Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia” MPKP, FE,UI.
Mobaryanto, artikel, “Keberpihakan
dan Keadilan”, Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM, 2004.
Jeremy Pope, “Confronting Corruption:
The Element Of National Integrity System”. Transparency
International, 2000.
Robet A Simanjuntak, “Implementasi
Desentralisasi Fiskal: Problem, Prospek, dan Kebijakan”. LPEM UI,
2003.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah .
Undang-undang Republik Indonesia Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar